Studi Watson tentang perilaku dengan tujuan menjelaskan hubungan antara stimuli dan respons menjadi perspektif dominan di tahun 1920-an hingga 1950-an. Asumsi utama behaviorisme adalah bahwa perilaku yang dapat diamati adalah fokus studi, yang harus dipelajari adalah elemen paling sederhana dari perilaku, dan proses belajar adalah perubahan behavioral. Pendapat yang menentangnya yakni Psikologi Gestalt, menekankan pada pentingnya persepsi pemelajar dalam situasi pemecahan masalah dan karenanya ia membahas persoalan kognisi.Dua pendekatan awal untuk mempelaajari perilaku adalah pengkondisian klasik dan koneksionisme. John Watson mendukung studi perilaku karena menurutnya semua organism menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui respons, dan respon tersebut biasanya disebabkan oleh stimuli. Dengan mempelajari perilaku, psikolog akan mampu untuk memprediksi respon yang ditimbulkan lewat stimulus. Setelah mendalami studi perilaku, Watson menemukan riset reflex-motorik dari psikolog Rusia, V.M. Bekheterev. Watson makin percaya bahwa kontrol perilaku di dunia nyata akan segera dapat dilakukan, namun prediksinya keliru..
Ada 3 asumsi dasar tentang belajar mengenai istilah behaviorisme:(1) Yang menjadi focus studi seharusnya adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kejadian mental internal atau rekonstruksi verbal atas kejadian.(2) Perilaku harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan respon spesifik).(3) Proses belajar adalah perubahan behavioral.
Suatu respon khusus terasosiasikan dengan kejadian dari suatu stimulus khusus, dan terjadi dalam kehadiran stimulus tersebut.Melatih reflex untuk merespon stimulus baru membutuhkan pemasangan berulang kali antara stimulus tersebut dan stimulus yang secara alamiah yang memunculkan reflex. Ini disebut pengkondisian klasik. Dalam perkembangannya ada yang disebut amplitudo (jumlah atau kekuatan respon), latensi (lamanya waktu antara stimulus dan respons, generalisasi stimulus (tendensi stimuli yang sama untuk memunculkan reflex. Hal lain yang dapat diukur adalah retensi terhadap pelenyapan (extinction) dan hambatan (inhibition).2 Akibat yang bertahan lama dari pengkondisian Pavlovian adalah:1. Munculnya riset terhadap kelangsungan hidup hewan di lingkungan alam. 2, Perkembangan proses yang disebut kontra pengkondisian (counter-conditioning)Reaksi terhadap isyarat sebelum datangnya makanan, juga menjelaskan relasi yang terjadi di dalam laboratorium dan studi klinis terhadap kecanduan obat. Setelah beberapa kali pemberian obat, petunjuk yang diasosiasikan dengan pemberian obat akan menyebabkan respons yang disebut CCR (Conditional-compensatory Respons).
BEHAVIORISME JOHN WATSON
Watson memberi kontribusi pada perkembangan psikologi melalui 3 cara: 1. Watson mengorganisasikan temuan riset pengkondisian ke dalam perspektif baru, yakni behaviorisme dan membujuk psikolog lain untuk memahami arti penting dari pendapatnya. 2. Kontribusi asli dari karyanya adalah memperluas metode pengkondisian klasik ke respons emosional pada manusia. 3. Karyanya meningkatkan status belajar sebagai topic dalam psikologi.Watson sepakat dengan Sigmund Freud, bahwa kehidupan emosi dewasa dimulai sejak masa bayi dan emosi itu dapat ditransfer dari satu objek/ kejadian ke objek atau kejadian lainnya. Namun, dia tidak sepakat dengan metode psikoanalisis Freud untuk menemukan akar dari kehidupan emosi individu (menelusuri memori kanak-kanak dan kejadian yang memicu emosi). Watson berpendapat bahwa proses ini melibatkan pengkondisian atas 3 reaksi dasar (cinta, marah, takut).
Topik yang terkait, eliminasi atau “unconditioning” reaksi rasa takut anak dirintis oleh Mary Cover Jones. Dia menemukan bahwa usaha untuk membicarakan rasa takut si anak atau mengandalkan pelenyapan (extinction) untuk mengeliminasi rasa takut adalah tidak efektif. Contoh positif dari pengkondisian klasik adalah reaksi munculnya kenangan (respons) terhadap lagu (stimulus yang dikondidikan) yang popular saat seseorang berpacaran. Lagu itu memiliki kekuatan untuk menimbulkan perasaan yang sama seperti saat berpacaran waktu itu. Reaksi emosional itu sering terjadi tanpa disadari, jadi asal mulanya mungkin sulit untuk diidentifikasi.
KONEKSIONISME EDWARD THORNDIKE
Teori koneksionisme adalah teori yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Edward Thorndike. Meskipun Koneksionisme Thorndike biasanya dirujuk sebagai teori behviorisme, ia berbeda dengan pengkondisian klasik dalam dua hal : 1. Thorndike tertarik dengan proses mental. 2. Thorndike meneliti perilaku mandiri atau sukarelaThorndike mengembangkan teorinya dari penelitian yang intensif pada binatang. Salah satu dari penelitiaannya menggunakan kucing yang dia tempatkan di “puzzle box”. Thorndike memilih bereksperimen dalam kondisi terkontrol. Thorndike menyebut eksperimen ini sebagai pengkondisian instrumental untuk merefleksikan perbedaannya dengan pengkondisian klasik. Teori ini dikenal sebagai koneksionisme karena hewan membangun koneksi antara stimuli particular dengan perilaku mandiri.
Hukum belajar Thorndike (1) Law of effects (hukum efek) menyatakan bahwa suattu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut. (2) Law of exercise (hokum latihan) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan peluang respon yang benar.(3) Law of readiness (hokum kesiapan) mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”.Thorndike mendesarkan interpretasinya atas proses belajar pada studi perilaku. Namun, karena teorinya juga mencaup referensi ke kejadian mental, teorinya berada ditengah-tengah antara perspektif kognitif dan behaviorisme “murni” dari periset lain. Koneksionisme dengan penekanannya pada pembentukan hubungan antara stimuli dan respon, terutama relevan untuk pembelajaran sekolah di awal abad ke-20.
PSIKOLOGI GESTALT
Penelitian yang dilakukan oleh Gestalt terhadap persepsi visual menunjukan, pertama persamaan yang banyak dapat diperkirakan sebagai keseluruhan dan kedua seringnya individual mentransformasikan input visual yang tidak lengkap kedalam citra visual yang lebih jelas disebut proses konstruktif
Asumsi dasar :
1.Bahwa yang harus dipelajari adalah perilaku “molar” bukan perilaku “molecular”
2.Individu memahami aspek dari lingkungan sebagai organisasi stimuli, dan merespon berdasarkan persepsi tersebut.
Faktor-faktor spesifik dalam pemecahan masalah :
1. Latihan mentransfer
2.Pendekatan masalah dan kekuatan fungsional
3. Belenggu masalah
Perbandingan Teori Gestalt & Behaviorisme
Psikologi behaviorisme dan Gestalt mendasarkan risetnya pada asumsi yang berbeda mengenai sifat dan belajar dan fokus studinya.
Behaviorisme mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku dan mengidentifikasi stimuli dan respons sebagai fokus riset. Sedangkan psikologi Gestalt berpendapat bahwa seseorang merespons stimuli yang terorganisasi dan perspepsi perorangan adalah faktor penting untuk memecahkan masalah.
0 komentar:
Posting Komentar